ISMI ANISA: Branchless Banking (TUGAS 2)

Sabtu, 02 Mei 2015

0

Branchless Banking (TUGAS 2)



Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai branchless banking, mungkin sebagian dari kita masih awam dan belum mengetahui apa sebenarnya branchless banking itu sendiri. Baiklah, branchless banking itu adalah merupakan salah satu strategi distribusi perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank atau dengan kata lain branchless banking jaringan distribusi yang digunakan untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang bank melalui teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien, dan dalam kondisi yang aman dan nyaman.
Nah dengan adanya branchless banking ini, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi perangkat mobile, dimulai dari ponsel fitur karena sebagian besar daerah di Indonesia sudah terakses jaringan telepon. Selain itu Teknologi untuk branchless banking itu mudah sekali dan bisa digunakan orang awam. Peluang pasarnya sangat besar, karena layanan perbankan seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat yang berada di pelosok. Berbicara mengenai hal ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu ,apa saja yang menjadi tujuan dari branchless banking tersebut, dari beberapa sumber yang saya dapatkan, sebagai berikut :
ü  Yang pertama, branchless banking bertujuan untuk mendorong transaksi keuangan yang lebih aman, dan mencegah money laundering.
ü  Lalu yang kedua, perluasan akses dalam layanan keuangan dengan alasan pentingnya implementasi layanan branchless banking masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan formal. Di Indonesia bila dibanding dengan negara-negara tetanga branchless banking masih memiliki persentase akses layanan jasa keuangan yang rendah.

Selain ini, ada juga kelebihan dari branchless banking, tidak perlu untuk mengambil waktu dari hari tertentu untuk mengunjungi bank untuk menarik uang atau deposito; di samping itu, saldo rekening dapat diperiksa dan diverifikasi setiap saat sepanjang hari. selain itu, orang dapat segera memeriksa dan melihat adakah pemeriksaan tertentu telah dilakukan, atau jika pembayaran tagihan otomatis telah dibuat, dan Sekian banyak orang kini bisa langsung log on ke website bank mereka melalui smartphone; yang artinya tidak lagi diperlukan benda kelas berat seperti desktop atau laptop, Selain itu, branchless banking sering dapat membantu untuk menghemat uang bank. Artinya ini berpotensi menyebabkan bank menawarkan suku bunga yang lebih baik pada pinjaman, atau pengurangan biaya pada nasabah tertentu. Meskipun ini tentu saja tidak selalu terjadi, tidak sedikit bank yang mencatat bahwa nasabah juga ingin adanya kenyamanan tatap muka untuk bisa menyelesaikan bisnis perbankan mereka dari lokasi manapun. Selain ada kelebihan pasti ada sisi  kerugian dari branchless banking yaitu Akan halnya terdapat beberapa kerugian pada penerapan branchless banking. Pertama, keamanan dalam mengakses akun bank nasabah, yang bilamana melalui komputer atau smartphone sudah mungkin tidak aman; selalu ada potensi virus atau spyware yang hadir pada komputer. Kedua, mengunjungi bank fisik menjadi mesti dalam beberapa tindakan perbankan, seperti untuk membuka rekening, atau untuk menempatkan sesuatu dalam brankas. Jika bank tidak memiliki lokasi terdekat karena difokuskan pada branchless banking, ada kemungkinan para nasabah  malah beralih ke bank yang berbeda.
Secara teknis, branchless banking perlu dukungan teknologi mobile dan keberadaan agen. Ilustrasi mengenai branchless banking yakni terdapat kombinasi yang keduanya menjadi kegiatan usaha nonbank agen akan berkeliling mendatangi nasabah untuk memberikan layanan perbankan dengan memanfaatkan telepon seluler (ponsel). Lalu, agen juga harus proaktif memberikan layanan perbankan mulai dari buka rekening, transfer dana, setor maupun tarik tunai. Agen kemudian menyetor uang ke master agen atau langsung ke kantor cabang terdekat. Namun agen menjadi salah satu risiko besar dalam branchless banking karena itu harus membangun kepercayaan kepada nasabah. Demi menghadirkan branchless banking yang optimal, dibutuhkan kerja sama antara perusahaan perbankan dengan perusahaan telekomunikasi. Namun sejauh ini kenyataannya, kedua belah pihak masih cenderung berjalan sendiri-sendiri.
Istilah branchless banking merupakan kegiatan transaksi bank dengan kriteria yang pertama yaitu branchless banking tanpa melalui kantor cabang, kedua Menggunakan agen yang bekerjasama dengan bank, lalu ketiga nasabah bisa melakukan transaksi sendiri atau menggunakan agen, selanjutnya fitur transaksi yang sederhana/basic feature, layanan murah/low cost, dan yang terakhir Ditujukan khususnya untuk segmen bawah atau unbanked. Branchless banking sebagai salah satu bentuk inisiatif financial inclusion  sangat membantu untuk memajukan  perekonomian suatu negara melalui peningkatan akses masyarakat terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank sebagai unit usaha pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai study-study yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa alasan kenapa perlunya branchless banking yaitu
 1) Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun 2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.
2) Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal. Sebagai gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5 milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor.
3) Konsentrasi lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat menguntungkan bagi bank.
4) Persepsi masyarakat bawah terhadap layanan bank, mereka melihat bank sebagai sesuatu yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi dan perorangan Persepsi yang mereka miliki bahwa  Berhubungan dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit, harus meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya sehari hari, prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib diikuti, Harus antre untuk  bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp. 10.000, biaya transaksi yang mahal misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000, produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan yang tidak tetap.
5) Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai.
6) kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler, menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telekomonikasi.
Hal-hal tersebut diatas, mengkondisikan perlunya branchless banking dan saat ini sedang berkembang di negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI. Branchless banking juga mempunyai elemen yang terkait , yaitu:
ü  Banking agent yang berfungsi sebagai unit terdepan, bentuk banking agen juga sangat beragam bisa berbentuk koperasi, toko, dan lain-lain atau lembaga keuangan selain bank, namun yang paling penting dapat menimbulkan efek multiplier bagi perekonomian masyarakat.
ü  Provider telekomunikasi dalam hal ini mobile banking ada di dalam teknologi ini.
ü  Masyarakat diluar nasabah perbankan melalui Financial Identity Number (FIN) yang kedepannya akan disenergikan dengan Identitas Penduduk yang dikeluarkan oleh Kemendagri .
Berikut implementasi dari branchless banking :
1. Bank Sinar Harapan Bali telah diakuisisi oleh Bank Mandiri dimana bank ini adalah pilot project layanan BB bertajuk SinarSip.
2. Perkembangan e-Money, beberapa bank seperti Bank Mandiri dengan produknya “e-Toll dan e-Money”, Bank Central Asia dengan produknya “Flazz”, Bank Rakyat Indonesia, Bank Niaga, dll memberikan kemudahan dengan membeli kartu-kartu tersebut, masyarakat dapat membelanjakan dan diisi ulang dengan menggunakan uang cash di merchant yang sudah ditunjuk, juga di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar. Sehingga tidak perlu memiliki rekening di bank untuk memiliki kartu tersebut.
3. Bank Muamalat Tahun 2005 memperkenalkan layanan Shar-e dimana kartu ini untuk memenuhi keinginan nasabah yang ingin memiliki akses ke syariah. Sulitnya membuka cabang bank syariah membuat kartu ini sangat diminati. Pengisian kartu Shar-e dapat dilakukan melalui outlet PT. Pos Indonesia maupun ATM BCA dan ATM bersama. Lonjakan costumer mencapai 700% namun lemahnya misi dan terbatasnya perkembangan bank syariah menyebabkan program ini tidak berjalan lama.
Branchless banking merupakan terobosan yang bersifat non-konvensional dimana di beberapa negara seperti Kenya-Afrika dan Meksiko sudah berhasil menerapkannya. Terobosan yang harus dilakukan oleh perbankan melalui pemanfaatan teknologi, khususnya telekomunikasi. Perkembangan industri telekomunikasi yang baru berkembang 20 tahun terakhir di Indonesia ternyata sudah memiliki penetrasi mencapai 250 juta pelanggan, apabila dibandingkan dengan jumlah rekening tabungan yang hanya 70 juta (tahun 2011). tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan brachless banking adalah terkait teknologi. Nilai investasi untuk pembangunan infrastruktur IT terbilang cukup mahal. Tantangan lainnya adalah soal pemahaman masyarakat yang masih rendah mengenai branchless banking. Karena itu dibutuhkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar mau ikut dalam penerapan sistem tersebut.
Menurut Yanuar Rizky, bahwa aturan branchless banking yang akan dirilis dalam waktu dekat ini malah akan memuluskan jalan perbankan asing untuk masuk ke Indonesia dengan lebih mudah lagi. Terutama bagi bank asing yang memiliki infrastruktur sistem komputerisasi yang canggih serta modal kuat. Bank asing yang mempunyai lisensi bank di sini atau dalam arti membeli saham bank nasional jadi bank asing bisa mengambil TI-nya dan menyebarkan produknya tanpa cabang. Aturan branchless banking itu akan memudahkan bank asing dengan tidak perlu bangun cabang. Karena memang investasi teknologi besar, dan jika itu dipasang dimana saja sama, karena itu fixed cost, jadi untuk apa membuat cabang. Selain itu, modal kuat bank asing tidak semata-mata dilihat dari sisi uang tunainya saja, Tapi juga modal infrastruktur yang sudah mereka miliki. Jadi misalnya kebijakan branchless banking keluar, mereka sudah mudah melaksanakannya. Salah satu contoh bank asing yang adalah ING Bank asal Belanda yang akan menggas keras usahanya untuk berkembang di Indonesia setelah PBI mengenai branchless banking keluar pada akhir Maret 2013. Bahwa orang-orang yang dulunya pernah kerja di ING Bank itu banyak direkrut oleh sebuah holding bank asing yang sudah membeli saham suatu bank kecil di Indonesia. Kalau dilihat itu sebetulnya kan ada beberapa bank yang dibeli oleh pemilik baru, tetapi semenjak dibeli itu sebetulnya banknya cenderung tidak diapa-apakan atau didiemkan saja dan banyak mengrekrut orang-orang ING Bank, bank ini kan sebetulnya branchless banking. Jadi mereka dalam perkembangan usahanya, melakukan praktik bank tanpa cabang. Bukan hanya ING Bank saja, namun juga bank-bank asing lain kebanyakan sudah menjalankan operasi yang cenderung branchless, seperti bank-bank yang dipunyai Temasek Holding (Singapura). Holding bank asing juga rata-rata sudah punya sister company, misal Temasuk sister company-nya Indosat, kalau Khazanah (Nasional Berhad-Malaysia) yang punya CIMB kan sudah memiliki XL. Kemudian yang sekarang mempunyai Axis, yakni investor dari Timur Tengah, juga sudah punya bank kan. Jadi rata-rata mereka beli dua, yaitu beli bank juga perusahaan telco. Kecuali bank BUMN nanti sister company-nya Telkom.
Apakah aturan branchless banking tersebut akan berjalan efektif atau tidak, menurut Yanuar, harus dilihat PBI-nya nanti seperti apa. Kalau isinya berhubungan dengan rezim perizinan, misal kepada SOP, tentu saja asing yang paling siap. Aturannya akan seperti multi licensing juga, mungkin license pertama (mengenai) infrastruktur, lisensi kedua tentang status bank. Karena pasti keluar standar protokol aturan keamanan, standar hubungan dengan agen. Kalau dilihat yang sudah mrmpunyai yakni asing, sedangkan lokal yang sudah mempunyai Bank BUMN dan Telkom saja. Selain itu, harus dipikirkan juga pembagian fee yang tepat antara bank dan telco. Kemudian juga mengenai hubungan antara agen dan nasabah, karena yang bertanggung jawab utamanya adalah bank. Bisa dibilang backbone untuk branchless banking akhirnya tetap di industri perbankan, misalnya sistem kliring tetap diatur perbankan. Yang harus dipikirkan juga soal isu persaingan usaha, contohnya BI memberikan izin ke bank, mereka tinggal cari POS, dan bisa langsung jalan, jadi kasihan bank yang tidak siap, serta costumer protection. Lalu begitu juga cost tinggi dalam pelaksanaan pasti muncul bisnis baru, misalnya akan ada agen kliring kecil yang dipunyai masing-masing bank untuk mengawasi POS-POSnya yang sudah banyak. Jadi yang harus diwaspadai nanti akan ada bank sentral di bawah bank sentral. Disisi lain kalau tidak diatur dengan baik nanti bank-bank yang kuat bisa membuat mini kliring agent, dan bank-bank yang lemah yang tidak punya agen kliring bisa ikut ke mereka. Makanya dari itu kita harus melihat aturan BI terlebih dahulu, kalau aturannya sebebas-bebasnya, seliberal-liberalnya, apapun juga bisa terjadi. Sementara di negara lain soal itu sudah diatur dari segi perizinannya.









0 komentar:

Posting Komentar