Ringkasan Jurnal :
Judul : Skeptisme Profesional Auditor
Dalam Mendeteksi
Kecurangan (Fraud)
Penulis : Suzi Noviyanti
Universitas : Universitas Kristen Satya Wacana
No Jurnal : Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia Volume 5 -
Nomor 1, Juni 2008
Abstrak :
Professional
skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence. Auditors should maintain a
certain level of professional skepticism in detecting financial statement fraud since
the perpetrators conceal the resulting irregularities. Two experiments were
conducted. First, a 3x3 between subjects experiment design was conducted to
investigate how fraud risk assessment affects the level of professional
skepticism on different levels of trust in auditor-client relationship.
Participants were randomly assigned to one of nine conditions. Second, a
within subject experiment design was conducted to examine the effect of
personality type un professional skepticism. A total of 118 junior, senior and
supervisor auditors from public accounting firm participated in the experiment.
The results of Analysis of Variance (ANOVA) suggest that auditors with
identification based trust in the high fraud risk assessment group were more
skeptical than in the low fraud risk assessment group. While the auditors with
calculus based trust showed no differences in skepticism between the high group
and the low fraud risk assessment group. Auditors with ST (Sensing-Thinking)
and NT (Intuitive-Thinking) types of personality were more skeptical than
other types.
Keywords: Professional Skepticism, Trust, Fraud Risk Assessment
Latar Belakang :
Seorang auditor dalam menjalankan
penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur
audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap
skeptisme profesionalnya. Standar professional akuntan publik mendefinisikan
skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI
2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima
begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek
yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya
akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk
menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan
biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya. Kegagalan auditor dalam mendeteksi
kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan
akuntan publik seperti Enron, Xerox,Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco
yang terjadi di Amerika Serikat; selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah
Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah
kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley et al. (2001) yang
didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC
selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu
penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat
skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus
kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena
auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai dan ini merupakan
urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi (Beasley et al.
2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme professional dapat menyebabkan
kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor
akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan
publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di
pasar modal. Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan
interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini
akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien.
Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap
skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis mengenai
hubungan antara factor trust dengan sikap skeptisme profesional auditor.
Model ini belum diuji secara empiris, dan sampai saat ini masih sedikit
penelitian yang membahas mengenai hubungan antara kepercayaan dan skeptisme
profesional. Standar profesioral menghendaki agar auditor tidak boleh
mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi juga tidak
boleh mengasumsikan bahwa manajemen
sepenuhnya jujur (IAI 2000). Jadi auditor diminta agar tidak memiliki tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kliennya. Tetapi dalam praktiknya,
seorang auditor seringkali menghadapi konflik sehubungan dengan tingkat
kepercayaannya terhadap klien. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi
pengaruh interaksi dari kepercayaan dan penaksiran risiko kecurangan terhadap
skeptisme profesional auditor, apakah auditor yang mempunyai tingkat
kepercayaan yang tinggi terhadap klien, manajemen dan staf klien, dapat
mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya jika diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi. Selain itu juga ingin diketahui apakah auditor yang
mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah jika diberi penaksiran risiko kecurangan
yang rendah akan menurunkan skeptisme profesionalnya. Tipe kepribadian seseorang diduga
juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Lykken et al. (1993) dalam
Petty et al. (1997) mengakui bahwa sikap mempunyai dasar genetik. Dengan kata
lain perbedaan karakteristik individual yang mengacu pada faktor-faktor yang
melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang. Tesser (1993)
dalam Petty et al. (1997) menyatakan bahwa sikap yang mempunyai dasar genetik
cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar
genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi
dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Sampai saat
ini penelitian mengenai pengaruh faktor tipe kepribadian terhadap skeptisme
profesional belum banyak ditemukan. Penelitian ini juga bertujuan untuk
menginvestigasi hubungan antara tipe kepribadian auditor dengan skeptisme
profesional sehingga dapat diketahui apakah auditor dengan tipe kepribadian
kombinasi Sensing-Thinking (ST) dan Intuitive-Thinking (NT) lebih
skeptis dibanding auditor dengan tipe kepribadian lain. Secara umum, penelitian
ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana pengaruh dari penaksiran risiko
kecurangan pada berbagai tingkat kepercayaan auditor dan bagaimana pengaruh
tipe kepribadian terhadap skeptisme professional auditor dalam mendeteksi
kecurangan.
Variabel Penelitian :
Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah trust atau kepercayaan (X1), fraud
risk assessment atau penaksiran risiko kecurangan (X2), dan tipe kepribadian (X3), skeptisme profesional (Y)
Metodelogi penelitian :
Studi ini merupakan studi
eksplanasi yang berkaitan dengan pengujian hipotesis dan dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu, atau menentukan
perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau lebih
faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur yaitu dengan
menggunakan desain eksperimen laboratorium. Penelitian ini menggunakan 2 macam
eksperimen. Eksperimen pertama digunakan untuk mendukung pengujian terhadap
hipotesis 1. Sedangkan eksperimen kedua digunakan untuk mendukung pengujian
terhadap hipotesis 2. Manipulasi terhadap variabel independen secara sederhana
dilakukan dengan membuat tingkatan yang berbeda pada variabel independen untuk
menilai bagaimana dampak dari tiap-tiap tingkatan tersebut terhadap variabel
dependen, sehingga dengan melakukan manipulasi maka tingkat pengaruh
kausal dapat dibuktikan (Sekarang 2000). Eksperimen pertama mempunyai desain
faktorial between subject (antarsubyek) 3 x 3 , dengan variabel
independen: kepercayaan (calculus-based trust, knowledge based trust,
dan identification based trust), dan penaksiran risiko kecurangan
(tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan) dan variabel dependen skeptisme
profesional. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan
eksperimental antar subyek) akan menghasilkan 9 kelompok subyek. Pada
eksperimen kedua, semua subyek mendapat treatment yang sama. Variabel
independennya adalah tipe kepribadian (tipe kepribadian ST dan NT, dan tipe
kepribadian lainnya). Variabel dependennya adalah sikap skeptisme professional auditor.
Hasil Penelitian :
Dari hasil penelitian ini nampak
bahwa auditor merubah sikap skeptisme profesionalnya yang seharusnya rendah
menjadi tinggi sesuai dengan perilaku skeptis yang dikehendaki oleh atasannya.
Auditor memandang bahwa reward dari atasannya adalah sesuatu yang
penting bagi dirinya, maka sikap skeptismenya akan mengikuti petunjuk dari
atasannya. Dengan bersikap skeptis, auditor dapat mengurangi disonansi kognitif
yang dialaminya, sesuai dengan yang dinyatakan dalam teori disonansi kognitif. Sedangkan
pada auditor dengan knowledge based trust dan calculus based trust,
tidak ada perbedaan skeptisme profesional pada auditor yang diberi
penaksiran kecurangan yang tinggi dengan yang tidak diberi penaksiran risiko
kecurangan dan dengan penaksiran risiko kecurangan yang rendah (p>0,05).
Auditor dengan calculus based trust mempunyai tingkat kepercayaan
yang rendah terhadap klien, hal ini Skeptisme Profesional
Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan 121
akan meningkatkan
skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan public (IAI
2001) menghendaki agar auditor bersikap skeptis dengan tidak mudah percaya pada
keterangan klien tanpa melalui pembuktian yang memadai. Dengan demikian terjadi
keselarasan kognisi auditor bahwa ia harus bersikap skeptis. Meskipun atasan
auditor memberinya penaksiran risiko kecurangan yang rendah, hal ini tidak merubah
sikapnya, auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptismenya. hitung
Levene Test adalah 2,632 (p>0,05), yang berarti terdapat variance yang
sama pada
populasi skeptisme profesional auditor antara auditor dengan tipe kepribadian ST
dan NT dengan auditor dengan tipe kepribadian lainnya, oleh karena itu analisis uji
beda T Test menggunakan asumsi equal variance. Output SPSS menunjukkan bahwa
nilai t pada equal variance assumed adalah 6,814 dengan p=0,000. Ini berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara skeptisme profesional auditor yang
memiliki tipe kepribadian ST dan NT, dengan skeptisme profesional auditor yang
memiliki tipe kepribadian lainnya. Hal ini mendukung hipotesis 2 bahwa tipe kepribadian
mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor.
Analisis Jurnal :
Terdapat dukungan data yang
signifikan secara statistik untuk hipotesis 1, yang menyatakan bahwa auditor
dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based
trust) jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan
menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi
kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa ketika mengalami disonansi kognitif
auditor memilih bersikap sesuai dengan petunjuk dari atasannya. Oleh karena itu
auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi
lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan
dan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah. Sedangkan auditor
dengan tingkat kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based trust) meskipun
diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menunjukkan skeptisme
profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang tidak diberi penaksiran
risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan
yang tinggi. Dengan kata lain, pada saat auditor tidak mengalami disonansi
kognitif, tinggi rendahnya tingkat penaksiran risiko kecurangan tidak mempengaruhi
skeptismenya. Auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptisnya sesuai dengan
norma dan tingkat kepercayaannya terhadap klien.
0 komentar:
Posting Komentar