ISMI ANISA: TUGAS 3

Jumat, 21 November 2014

0

TUGAS 3



Ringkasan Jurnal :
Judul                            : Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi                  
                                        Kecurangan (Fraud)
Penulis                         : Suzi Noviyanti
Universitas                  : Universitas Kristen Satya Wacana
No Jurnal                   Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 5 -   
                                       Nomor 1, Juni  2008


Abstrak :
Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of audit evidence. Auditors should maintain a certain level of professional skepticism in detecting financial statement fraud since the perpetrators conceal the resulting irregularities. Two experiments were conducted. First, a 3x3 between subjects experiment design was conducted to investigate how fraud risk assessment affects the level of professional skepticism on different levels of trust in auditor-client relationship. Participants were randomly assigned to one of nine conditions. Second, a within subject experiment design was conducted to examine the effect of personality type un professional skepticism. A total of 118 junior, senior and supervisor auditors from public accounting firm participated in the experiment. The results of Analysis of Variance (ANOVA) suggest that auditors with identification based trust in the high fraud risk assessment group were more skeptical than in the low fraud risk assessment group. While the auditors with calculus based trust showed no differences in skepticism between the high group and the low fraud risk assessment group. Auditors with ST (Sensing-Thinking) and NT (Intuitive-Thinking) types of personality were more skeptical than other types.
Keywords: Professional Skepticism, Trust, Fraud Risk Assessment

Latar Belakang :
Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme profesionalnya. Standar professional akuntan publik mendefinisikan skeptisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI 2001, SA seksi 230.06). Seorang auditor yang skeptis, tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Tanpa menerapkan skeptisme profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan terbukti dengan adanya beberapa skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti Enron, Xerox,Walt Disney, World Com, Merck, dan Tyco yang terjadi di Amerika Serikat; selain itu juga kasus Kimia Farma dan sejumlah Bank Beku Operasi yang melibatkan akuntan publik di Indonesia, serta sejumlah kasus kegagalan keuangan lainnya. Penelitian Beasley et al. (2001) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dari SEC selama 11 periode (Januari 1987 – Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional audit. Berdasarkan penelitian ini, dari 45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisme profesional yang memadai dan ini merupakan urutan ketiga dari audit defisiensi yang paling sering terjadi (Beasley et al. 2001). Jadi rendahnya tingkat skeptisme professional dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan. Kegagalan ini selain merugikan kantor akuntan publik secara ekonomis, juga menyebabkan hilangnya reputasi akuntan publik di mata masyarakat dan hilangnya kepercayaan kreditor dan investor di pasar modal. Auditor independen yang melakukan audit di lapangan akan melakukan interaksi sosial dengan klien, manajemen dan staf klien. Interaksi sosial ini akan menimbulkan trust (kepercayaan) dari auditor terhadap klien. Tingkat kepercayaan auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan sikap skeptisme profesionalnya. Kopp et al. (2003) mengembangkan model teoritis mengenai hubungan antara factor trust dengan sikap skeptisme profesional auditor. Model ini belum diuji secara empiris, dan sampai saat ini masih sedikit penelitian yang membahas mengenai hubungan antara kepercayaan dan skeptisme profesional. Standar profesioral menghendaki agar auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah tidak jujur, tetapi juga tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya jujur (IAI 2000). Jadi auditor diminta agar tidak memiliki tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi terhadap kliennya. Tetapi dalam praktiknya, seorang auditor seringkali menghadapi konflik sehubungan dengan tingkat kepercayaannya terhadap klien. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh interaksi dari kepercayaan dan penaksiran risiko kecurangan terhadap skeptisme profesional auditor, apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap klien, manajemen dan staf klien, dapat mempertahankan sikap skeptisme profesionalnya jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Selain itu juga ingin diketahui apakah auditor yang mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menurunkan skeptisme profesionalnya. Tipe kepribadian seseorang diduga juga mempengaruhi sikap skeptisme profesionalnya. Lykken et al. (1993) dalam Petty et al. (1997) mengakui bahwa sikap mempunyai dasar genetik. Dengan kata lain perbedaan karakteristik individual yang mengacu pada faktor-faktor yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi sikap seseorang. Tesser (1993) dalam Petty et al. (1997) menyatakan bahwa sikap yang mempunyai dasar genetik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan sikap yang tidak mempunyai dasar genetik. Jadi dapat dikatakan bahwa perbedaan kepribadian individual menjadi dasar dari sikap seseorang termasuk sikap skeptisme profesionalnya. Sampai saat ini penelitian mengenai pengaruh faktor tipe kepribadian terhadap skeptisme profesional belum banyak ditemukan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara tipe kepribadian auditor dengan skeptisme profesional sehingga dapat diketahui apakah auditor dengan tipe kepribadian kombinasi Sensing-Thinking (ST) dan Intuitive-Thinking (NT) lebih skeptis dibanding auditor dengan tipe kepribadian lain. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana pengaruh dari penaksiran risiko kecurangan pada berbagai tingkat kepercayaan auditor dan bagaimana pengaruh tipe kepribadian terhadap skeptisme professional auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Variabel Penelitian :
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah trust atau kepercayaan (X1), fraud risk assessment atau  penaksiran risiko kecurangan (X2),  dan tipe kepribadian (X3), skeptisme profesional (Y)

Metodelogi penelitian :
Studi ini merupakan studi eksplanasi yang berkaitan dengan pengujian hipotesis dan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman mengenai sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar kelompok atau kebebasan (independensi) dari dua atau lebih faktor. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang diatur yaitu dengan menggunakan desain eksperimen laboratorium. Penelitian ini menggunakan 2 macam eksperimen. Eksperimen pertama digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 1. Sedangkan eksperimen kedua digunakan untuk mendukung pengujian terhadap hipotesis 2. Manipulasi terhadap variabel independen secara sederhana dilakukan dengan membuat tingkatan yang berbeda pada variabel independen untuk menilai bagaimana dampak dari tiap-tiap tingkatan tersebut terhadap variabel dependen, sehingga dengan melakukan manipulasi maka tingkat pengaruh kausal dapat dibuktikan (Sekarang 2000). Eksperimen pertama mempunyai desain faktorial between subject (antarsubyek) 3 x 3 , dengan variabel independen: kepercayaan (calculus-based trust, knowledge based trust, dan identification based trust), dan penaksiran risiko kecurangan (tinggi, rendah, dan tanpa pemberitahuan) dan variabel dependen skeptisme profesional. Kombinasi dari between subjects experimental treatments (perlakuan eksperimental antar subyek) akan menghasilkan 9 kelompok subyek. Pada eksperimen kedua, semua subyek mendapat treatment yang sama. Variabel independennya adalah tipe kepribadian (tipe kepribadian ST dan NT, dan tipe kepribadian lainnya). Variabel dependennya adalah sikap skeptisme professional auditor.

Hasil Penelitian :
Dari hasil penelitian ini nampak bahwa auditor merubah sikap skeptisme profesionalnya yang seharusnya rendah menjadi tinggi sesuai dengan perilaku skeptis yang dikehendaki oleh atasannya. Auditor memandang bahwa reward dari atasannya adalah sesuatu yang penting bagi dirinya, maka sikap skeptismenya akan mengikuti petunjuk dari atasannya. Dengan bersikap skeptis, auditor dapat mengurangi disonansi kognitif yang dialaminya, sesuai dengan yang dinyatakan dalam teori disonansi kognitif. Sedangkan pada auditor dengan knowledge based trust dan calculus based trust, tidak ada perbedaan skeptisme profesional pada auditor yang diberi penaksiran kecurangan yang tinggi dengan yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan penaksiran risiko kecurangan yang rendah (p>0,05). Auditor dengan calculus based trust mempunyai tingkat kepercayaan yang rendah terhadap klien, hal ini Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan 121 akan meningkatkan skeptisme profesionalnya. Standar profesional akuntan public (IAI 2001) menghendaki agar auditor bersikap skeptis dengan tidak mudah percaya pada keterangan klien tanpa melalui pembuktian yang memadai. Dengan demikian terjadi keselarasan kognisi auditor bahwa ia harus bersikap skeptis. Meskipun atasan auditor memberinya penaksiran risiko kecurangan yang rendah, hal ini tidak merubah sikapnya, auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptismenya. hitung Levene Test adalah 2,632 (p>0,05), yang berarti terdapat variance yang sama pada populasi skeptisme profesional auditor antara auditor dengan tipe kepribadian ST dan NT dengan auditor dengan tipe kepribadian lainnya, oleh karena itu analisis uji beda T Test menggunakan asumsi equal variance. Output SPSS menunjukkan bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah 6,814 dengan p=0,000. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara skeptisme profesional auditor yang memiliki tipe kepribadian ST dan NT, dengan skeptisme profesional auditor yang memiliki tipe kepribadian lainnya. Hal ini mendukung hipotesis 2 bahwa tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor.

Analisis Jurnal :
Terdapat dukungan data yang signifikan secara statistik untuk hipotesis 1, yang menyatakan bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust) jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa ketika mengalami disonansi kognitif auditor memilih bersikap sesuai dengan petunjuk dari atasannya. Oleh karena itu auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah. Sedangkan auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based trust) meskipun diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah akan menunjukkan skeptisme profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi. Dengan kata lain, pada saat auditor tidak mengalami disonansi kognitif, tinggi rendahnya tingkat penaksiran risiko kecurangan tidak mempengaruhi skeptismenya. Auditor tetap dapat mempertahankan sikap skeptisnya sesuai dengan norma dan tingkat kepercayaannya terhadap klien.

0 komentar:

Posting Komentar